Dunia hiburan tanah air tak akan pernah sepi oleh canda ria dan tawa yang dihadirkan kelompok lawak yang silih berganti menghibur bumi pertiwi. Acara buka puasa hingga sahur di bulan Ramadhan misalnya, kelompok lawak penghibur menjadi sajian utama yang seakan melegakan kita yang sudah seharian menahan nafsu dan dahaga, atau sekedar menjadi penghibur pelepas penat usai kerja yang melelahkan. Ada daftar panjang nama kelompok ataupun pelawak solo yang telah berkecimpung di dunia hiburan tanah air. Berikut adalah daftar tujuh kelompok komedi legendaris di Indonesia, siapa sajakah mereka?
1. SRIMULAT
Tidak ada. Catat: tidak ada grup lawak di Indonesia yang sanggup bertahan begitu lama menghadapi terkaman perubahan jaman tanpa merubah konten lawakan. Grup lawak yang satu ini patut diacungi jempol karena bisa bertahan hampir tiga dekade lamanya dan melahirkan talenta-talenta yang terus menerus muncul di tiap masanya mulai dari periode 60an hingga 90an hanya dengan bermodalkan banyolan khas dan celetukan spesial tiap personil yang sudah sangat dihapal oleh para penggemarnya.
Bongkar pasang pemain dan bubar-gabung-kembali menjadi catatan sejarah yang terus mewarnai berdiri dan jatuhnya grup lawak ini. Selain mampu bertahan begitu lama di hati rakyat Indonesia, Srimulat juga merupakan grup lawak dengan jumlah pemain paling banyak. Seiring melorotnya popularitas Srimulat setelah habisnya masa kontrak televisi mereka di tahun 1996, nama grup lawak ini kini juga mulai menghilang walaupun berapa alumninya masih eksis hingga hari ini seperti Tukul Arwana yang menjadi host talkshow nomer satu di Indonesia dan Nunung yang masih aktif bermain komedi di acara lawak populer Opera Van Java.
Gema Malam Srimulat didirikan oleh Kho Tjien Tiong atau lebih dikenal dengan nama Teguh Slamet Rahardjo pada tahun 1950 di kota Solo, nama ‘Srimulat’ sendiri sebenarnya adalah nama istri Teguh, Raden Ayu Srimulat. Pada awal berdirinya, Gema Malam Srimulat merupakan kelompok seniman keliling yang melakukan pentas dari kota ke kota di Jawa Timur seperti layaknya pertunjukan wayang orang yang begitu eksis pada masa itu, Teguh mengadopsi dan menggabungkan berbagai unsur wayang orang dan ludruk dalam penampilan dan ini terbukti ampuh memikat penggemar. Ketika kesehatan istrinya mulai terganggu, Teguh mengubah cara panggung Gema Malam Srimulat yang saat itu ‘bergerilya’. Sejak tahun 1961, Gema Malam Srimulat berubah nama menjadi Srimulat dan hanya tampil di Tempat Hiburan Rakyat Surabaya. Inilah tonggak sejarah bagi Srimulat yang bukannya meredup, namun justru makin dicari dan digilai. Besarnya permintaan membuat Srimulat kemudian juga tampil di THR Semarang dan Jakarta walaupun dengan materi pemain lokal.
Seiring berjalannya waktu, nama Srimulat menjadi begitu digemari oleh khalayak ramai, terutama kaum menengah ke bawah karena banyolannya yang enteng dan cenderung down-to-earth, salah satu andalan dari grup lawak ini adalah setiap pemainnya memiliki ciri khas dalam melawak sehingga begitu dikenali oleh penonton. Pada masa jayanya, nama-nama seperti Asmuni, Paimo, Tarsan, Pete, Bandempo, Gepeng, Djudjuk, Timbul, Tessy, Mamiek Prakoso, Pak Bendot, Betet, Subur, Bambang Gentolet, Karjo AC-DC, Triman, Paul, Nurbuat, Rohana, Polo, Basuki, Kadir, Eko, Gogon, Topan – Leysus, Doyok hingga ke generasi Nunung dan Tukul adalah nama-nama yang dekat dengan para penggemar. Djudjuk Djuwariyah, primadona Srimulat sekaligus istri kedua Teguh (menikah pada tahun 1970, dua tahun setelah meninggalnya RA Srimulat) ditunjuk sebagai penerus kepemilikan nama kelompok lawak Srimulat menyusul meninggalnya sang founder pada tahun 1996.
2. WARKOP DKI
Di era 80 dan 90an, nama Warkop DKI selalu dinanti. Kemunculan film mereka yang muncul menjelang lebaran selalu ditunggu. Warkop DKI (Dono, Kasino dan Indro) melejit lewat film-film konyol mereka yang mengandalkan komedi slapstick alias ‘kecelakaan lucu’ dan cewek berbusana minim, walaupun demikian semua anggotanya adalah orang-orang cerdas yang lulus dari universitas ternama. Dono yang wajahnya melas dan selalu jadi sasaran empuk hinaan itu bahkan sebenarnya adalah dosen Sosiologi di FISIP Universitas Indonesia sedangkan Kasino pernah menjabat sebagai Direktur Klinik Spesialis Rawamangun. Dari semua grup lawak legendaris, Warkop adalah satu-satunya yang eksis hampir di semua media, mulai dari lawakan panggung, radio, layar lebar hingga ke layar kaca dan tak pernah kehilangan penggemar, ganti personil ataupun bubar hingga ke akhir hayat para personilnya.
Warkop DKI lahir dengan nama Warkop Prambors, garapan program director radio Prambors Temmy Lesanpura yang mengundang Hariman Siregar dari UI untuk mengisi acara komedi di Prambors. Harimanpun tidak menyia-nyiakan kesempatan dan memanggil dua pelawak kampus, Kasino Hadiwidjojo dan Nanu Mulyono. Obrolan Malam di Warung Kopi yang disiarkan tiap Jumat malam ini menjadi begitu terkenal seiring masuknya beberapa nama lain seperti Rudy Badil, Wahjoe Sardono dan Indrodjojo Kusumonegoro. Humor cerdas dan lawakan yang sedikit menyentil pemerintah serta menyerempet pornografi menjadi andalan Warkop dan begitu digemari khalayak.
Ketika ketenaran menghampiri Kasino dkk dan mereka harus tampil di panggung, Rudy Badil mengalami demam panggung dan memilih mengundurkan diri, begitupula ketika mereka diundang bermain di layar lebar, Nanu mengalami hal yang sama dan mengundurkan diri dari Warkop setelah hanya bermain satu film. Tiga personil yang tersisa – Dono, Kasino dan Indro – melanjutkan langkah dan mencatatkan diri sebagai grup lawak nomer satu di Indonesia. Selain akhirnya menjadi senior lawak, Warkop juga menjadi mentor bagi pelawak lain seperti Alm.Taufik Savalas, Patrio dan Bagito.
Selepas dari Prambors, Warkop merubah nama menjadi Warkop DKI karena tidak ingin terus menerus membayar royalti untuk penggunaan nama radio di kelompok mereka. Sayang Kasino telah tutup usia pada tahun 1997 karena tumor otak dan Dono menyusul di tahun 2001 karena penyakit kanker yang ia derita. Kita tak akan pernah lagi menyaksikan para maestro lawak yang tak kenal jaman ini membanyol kembali.
3. KWARTET JAYA
Adalah Bing Slamet, seniman asal Banten multitalenta yang merajai panggung hiburan di era 50 hingga 70an. Ia adalah seorang aktor, pelawak, penyanyi, pencipta lagu sekaligus musisi. Sejak muncul di jagad hiburan Indonesia, Bing terkenal sebagai pelawak sekaligus penyanyi dan karirnya di dua dunia itu sama melejitnya. Di dunia musik, ia membentuk Eko Sapta Band bersama Idris Sardi, Enteng Tanamal dan Benny Mustafa. Ia juga membentuk grup lawak Los Gilos (bersama dengan Tjepot dan Mang Udel) serta Trio SAE (bersama Eddy Sud dan Atmonadi) yang sayangnya tidak bertahan lama. Namun dari semua kelompok tersebut, masyarakat akan selalu ingat kelompok yang ia bentuk pada tahun 1967 bersama Eddy Sudihardjo (Eddy Sud), Kho Tjeng Lie (Ateng) dan Iskak yang dinamakan Kwartet Jaya, grup lawak yang merajai pementasan di era 70an (sebelum bergabungnya Ateng grup ini bernama EBI – Eddy Sud, Bing, Iskak).
Tangan dingin Bing pula yang kemudian membangun Safari Sinar Sakti Film dan memproduksi seri komedi layar lebar yang dibintangi oleh Kwartet Jaya, diantaranya: “Bing Slamet Setan Jalan” (1972), “Bing Slamet Sibuk” (1973), “Bing Slamet Dukun Palsu” (1973) dan film terakhirnya “Bing Slamet Koboi Cengeng” (1974) yang ia mainkan walaupun saat itu sedang menderita penyakit liver. Sayang setelah meninggalnya Bing Slamet pada tahun 1974, Kwartet Jaya bubar karena Ateng dan Iskak memilih untuk membangun duo dan meninggalkan nama Kwartet Jaya untuk Eddy Sud.
Tiga kawan Bing sebenarnya juga bukan talenta main-main. Eddy Sud misalnya, sebelum bergabung ke Kwartet Jaya ia sudah dikenal sebagai seorang aktor dan telah bermain di beberapa film, kelak di tahun 80an ia akan dikenal sebagai master acara musik legendaris TVRI Aneka Ria Safari. Sedangkan Iskak dan Ateng yang merupakan duo lawak terkenal Indonesia, juga bermain di film-film yang sama dengan Eddy Sud dan kelak memiliki spot lawak tiap minggu di TVRI sebagai Petruk dan Bagong di acara Ria Jenaka, dua acara yang bertahan selama bertahun-tahun.
Semua personel Kwartet Jaya telah meninggal dunia. Bing pada tahun 1974, Iskak pada tahun 2000, Ateng pada tahun 2003 dan Eddy Sud pada tahun 2005. Begitu hebatnya pengaruh Bing Slamet bagi dunia lawak Indonesia, hingga permintaan terakhir seorang Benyamin Suaeb – pelawak, aktor dan musisi multitalenta legendaris Betawi lain – adalah ingin dimakamkan di tempat pemakaman yang sama dengan Bing yang dianggapnya sebagai guru dan orang yang paling berjasa baginya. Benyamin S dan Bing Slamet dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta.
4. JAYAKARTA GROUP
Siapa tidak kenal Jojon? Maskot Jayakarta Group ini masih eksis hingga saat ini dan terus membintangi acara lawak ataupun sinetron. Jojon adalah pelawak yang memang born-to-be-comedian. Sebelum vakumnya Jayakarta, Jojon dikenal dengan gaya penampilan yang khas, celana panjang kedodoran yang diangkat naik sampe perut, baju warna-warni bermotif ceria, rambut poni dan kumis kotak ala Charlie Chaplin.
Formasi paling terkenal dari Jayakarta Group adalah Cahyono – pimpinan Jayakarta yang biasa berperan sebagai pengumpan dan pembuka bahan komedi. Jojon, sang maskot. Prapto yang kemudian lebih sering berperan sebagai wanita bernama Esther dan yang terakhir Uuk yang sering kebagian peran sebagai preman karena nada suaranya yang tinggi dan khas serta wajah Arab-nya yang unik.
Sepeninggal Uuk dan Esther yang wafat mendahului rekan-rekannya, kelompok ini akhirnya surut. Jojon masih setia di lapak komedi sedangkan Cahyono memilih jalur religi.
5. BAGIO CS
Almarhum S. Bagio yang dilahirkan di Purwokerto pada tahun 1933 adalah pejuang komedi, dia tidak pernah menyerah berkecimpung di dunianya walaupun berganti-ganti kelompok. Sebelum membentuk kelompok yang paten, ia pernah bergabung dengan masing-masing Ateng dan Iskak, Eddy Sud dan juga Bing Slamet. Namun Bagio paling terkenal ketika ia bergabung dengan Darto Helm, Diran dan R. Saleh Apandi (Sol Saleh) saat membentuk Bagio Cs dan mendapat tempat di hati publik sekitar tahun 70an hingga 80an. Keunikan Bagio sebelum menetap dengan ketiga kawan lain memang karena dia adalah pelawak freelance. Di satu saat ia bisa bergabung dengan Jayakarta, di saat lain bermain di film Ateng dan Iskak, kemudian beralih bergabung dengan Eddy Sud dan seterusnya. Hingga akhir hayatnya, Bagio telah membintangi lebih dari 30 judul film.
Dalam kelompok tetapnya, Bagio mendapat peran sebagai tokoh yang latah dan sok tahu, Sol Saleh sebagai pengumpan yang netral, Darto Helm sebagai pribadi yang grusa-grusu dan Diran sebagai sosok yang pintar-pintar bodoh. Layak disebut juga Sudarto alias Darto Helm, yang juga multitalenta. Tahukah anda jika dialah pencipta lagu Mandi Madu yang dipopulerkan Elvy Sukaesih dan Judi yang tentu dipopulerkan oleh H. Rhoma Irama? Pria ini dilahirkan di kota yang sama dengan Bagio, yaitu Purwokerto.
Keempat personil grup ini telah meninggal dunia, Bagio wafat tahun 1993, Diran wafat tahun 1996, Sol Saleh pada tahun 2002 dan terakhir Darto Helm pada tahun 2004.
6. D’BODORS
Tidak banyak grup lawak yang bisa eksis bertahun-tahun dengan bermodalkan materi tradisional, dan salah satu yang mampu bertahan adalah kelompok lawak D’Bodors yang beranggotakan Raden Achmad Yusuf Wargapranata (Abah Us Us) yang identik dengan peniti raksasa, Uyan Suryana (Yan Asmi) yang selalu membawa gitar dan Kusye (Engkus) yang bertubuh kecil namun lincah. Trio pelawak asal Sunda yang berulangkali mengisi layar TVRI ini memang sudah lama tidak aktif lagi, namun peran mereka di dunia humor tak akan pernah terlupakan.
Ketiganya multitalenta, cerdas sekaligus menghibur namun tidak melupakan kultur Sunda yang kental. Komedi-musik yang mereka usung tak pernah lekang oleh jaman, ini dibuktikan dari penampilan-penampilan akhir mereka di tahun 2010 saat naik panggung di acara Zona Memori Metro TV. Walaupun sudah dimakan usia, mereka masih tetap sanggup mengocok perut dengan banyolan khas yang juga pernah mereka usung pada dekade 80an.
Berbekal kesuksesan penampilan mereka, D’Bodors sempat melakukan lobi ke Metro TV untuk pembuatan talkshow. Sayang tak lama setelah penampilan terakhir di TV swasta tersebut, Yan Asmi meninggal dunia pada tanggal 29 Maret 2010 sekaligus membatalkan rancangan talkshow D’Bodor. Abah dan Engkus-pun merubah susunan acara dan bersiap menyajikan kenangan Yan Asmi di Zona Memori, namun belum sempat acara ini dijalankan, Abah Us Us wafat menyusul rekannya 40 hari setelah meninggalnya Yan Asmi, pada tanggal 8 Mei 2010.
7. BAGITO
Daftar ini dimulai dari Bagito yang sangat jaya di era 90an. Bagito – konon adalah singkatan Bagi Roto (Bagi Rata) – digawangi oleh kakak beradik Miing (Dedi Gumelar) dan Didin (Didin Pinasti) serta kawan mereka Unang. Kepopuleran mereka dimulai dari beberapa kali acara panggung dan siaran rutin BasoSK (Bagito Show Senyum & Ketawa) di radio humor Suara Kejayaan (yang juga membesarkan nama Patrio, Ulfa Dwiyanti, Alm.Taufik Savalas dan Komeng). Nama Bagito menjadi semakin melejit ketika stasiun TV RCTI menayangkan acara komedi setengah jam Bagito Show. RCTI pulalah yang menjadikan mereka grup lawak paling mahal seindonesia melalui perpanjangan kontrak dengan bayaran konon mencapai 1 milyar rupiah, harga ini bisa dimaklumi karena acara Bagito Show memperoleh rating cukup tinggi dan bertahan cukup lama di layar kaca.
Bagito bisa dibilang sebagai suksesor Warkop DKI di ranah komedi, Miing yang menjadi founder Bagito pernah tergabung sebagai tim kreatif Warkop, baik itu sebagai figuran di acara radio, rekaman kaset ataupun film-film Warkop DKI. Pembagian peran dalam Bagito Group biasanya stereotype, Miing sebagai orang kampung yang ngotot, Didin sebagai anak orang kaya yang bertugas menjadi pemberi umpan lawakan dan Unang yang multitalenta sebagai tokoh kekanak-kanakan.
Sayang kelangsungan grup lawak ini berbanding terbalik dengan kesuksesannya, masalah internal dalam grup berakhir dengan keluarnya Unang dari formasi Bagito. Dia kemudian melanjutkan karir sebagai pemain sinetron religi dan stripping melalui peran-peran serius serta membintangi film layar lebar. Walaupun Miing dan Didin tetap melanjutkan kiprah Bagito, namun kepopuleran mereka akhirnya menurun dan menghilang sampai akhirnya kini nama Bagito tak terdengar lagi. Dedi Gumelar terjun ke dunia politik dan maju sebagai anggota DPR mewakili Banten dari fraksi PDI-P periode 2009-2014.