Namun, tidak semua ilmuwan sukses dengan penelitian mereka. Ada beberapa yang gagal, bahkan melakukan riset yang kedengarannya sangat tidak masuk akal dan menggelikan.
Berikut empat penelitian para ilmuwan yang dianggap paling menggelikan.
Menyuntikkan asam kepada hewan
Asam lisergat dietilamida (LSD) merupakan suatu narkotika halusinogen, atau pemicu halusinasi. Jika dikonsumsi manusia, zat ini biasanya akan menciptakan efek paranoia dan meningkatkan agresivitas. Yang paling berbahaya adalah ketika overdosis, manusia bisa terbunuh dengan cepat oleh zat terlarang ini.
Lalu, bagaimana reaksinya pada hewan-hewan besar?
Pada tahun 1960, Dr. Warren Thomas dan beberapa ilmuwan lain ingin mengetahui reaksi gajah jika disuntik LSD. Riset itu dilakukan untuk memahami pola otak gajah ketika dalam keadaan mabuk. Thomas pun menyuntikkan LSD dosis tinggi kepada seekor gajah bernama Tusko.
Setelah disuntik, Tusko menjadi agresif. Badannya mulai bergoyang-goyang. Namun, dua jam setelah disuntik, Tusko tersungkur jatuh dan meninggal seketika.
Thomas pun menyimpulkan bahwa gajah sangat sensitif terhadap LSD.
Penelitian membenturkan kepala
Dua ilmuwan dari University of New South Wales, Australia, sangat tertarik pada risiko dari aktivitas membenturkan kepala. Mereka menyimpulkan bahwa membenturkan kepala akan membuat cedera ringan pada kepala dan leher.
Sepertinya, tanpa susah-susah melakukan penelitian pun, semua orang sudah mahfum bahwa menjedotkan kepala sendiri sangatlah berbahaya.
Tikus bisa membedakan bahasa
Pada awal tahun 2000-an, Juan Toro dan teman-teman penelitinya ingin mengetahui apakah tikus dan beberapa spesies lain mampu membedakan kalimat dalam bahasa Jepang dan Belanda.
Uji coba yang dilakukan adalah dengan memutar audio dalam bahasa Jepang dan Belanda yang dibacakan secara terbalik. Dengan melakukan uji coba itu, para peneliti menyimpulkan bahwa bahasa yang dibacakan secara terbalik akan membantu tikus membedakan bahasa.
Memakai kaos kaki di balik sepatu akan menghindari terpeleset di lapisan es
Sebuah penelitian dilakukan ilmuwan asal Selandia Baru untuk mencari tahu apakah memakai kaos kaki akan mengurangi traksi (terpeleset) saat berada di atas es.
Setelah melakukan uji coba kepada 29 orang, hampir dua pertiganya terjatuh di es. Mereka lalu menyimpulkan bahwa memakai kaos kaki saat bersepatu akan meningkatkan risiko terpeleset.
Dampak dari "riset" ini sungguh dahsyat. Para peneliti itu habis dihina-dina komunitas ilmuwan selama beberapa waktu.